Bayi Dipulangkan Tanpa Pemeriksaan Dokter, RS Santa Clara Madiun Dikeluhkan Keluarga Pasien
Peristiwa | 13-Jun-2025 11:00 WIB | Dilihat : 23 Kali

Kota Madiun || Giripos.com – Rumah Sakit Santa Clara Madiun mendapat sorotan setelah keluarga pasien neonatus melayangkan keluhan atas pelayanan medis yang dinilai lalai. Mereka menyebut bayi mereka dipulangkan tanpa pemeriksaan langsung oleh dokter spesialis anak, hanya berdasarkan pemeriksaan bidan dan persetujuan melalui pesan singkat, sehingga nyaris terlambat terdeteksi gejala kuning yang berpotensi serius.
Dalam surat pengaduan resmi yang dikirimkan pada awal Juni 2025, keluarga pasien mengungkapkan bahwa bayi mereka, RAS, yang lahir pada awal Mei 2025 di RS Santa Clara, dipulangkan dari rumah sakit tanpa menjalani pemeriksaan langsung oleh dokter spesialis anak. Pemulangan hanya berdasarkan pemeriksaan bidan dan persetujuan dokter melalui pesan WhatsApp.
“Tidak ada kunjungan atau pemeriksaan fisik langsung oleh dokter sebelum pemulangan dilakukan. Persetujuan hanya melalui pesan singkat. Padahal ini menyangkut bayi baru lahir yang membutuhkan penanganan hati-hati," tegas Reno B.S., ayah dari bayi RAS, saat ditemui Jumat (13/6/2025).
Menurutnya, dua hari setelah dipulangkan, bayi RAS menunjukkan gejala kuning. Saat dikontrol kembali ke RS Santa Clara, dokter menyatakan kondisi bayi normal dan tidak melihat faktor risiko. Namun, karena tetap khawatir, Reno membawa bayinya untuk diperiksa di rumah sakit lain.
“Hasil laboratorium di rumah sakit lain menunjukkan kadar bilirubin tinggi dan gejala kuning yang berlangsung lama,” jelas Reno. “Selama perawatan awal di RS Santa Clara, bahkan saat kontrol pertama, tidak ada satu pun pemeriksaan bilirubin dilakukan. Ini sangat mengkhawatirkan," imbuhnya.
Reno juga menilai anjuran kontrol yang diberikan RS terlalu longgar dan minim kewaspadaan terhadap risiko hiperbilirubinemia. Ia merasa kepercayaan mereka terhadap sistem rumah sakit telah dikhianati oleh kurangnya kehati-hatian dari tenaga medis.
“Kami percaya dan berharap bayi kami ditangani profesional. Tapi ternyata seolah-olah nyawa bayi kami hanya jadi angka statistik. Tidak ada rasa tanggung jawab atau empati yang kami rasakan,” ungkapnya dengan nada kecewa.
Lebih jauh, Reno juga menyampaikan bahwa pihak RS Santa Clara telah memberikan surat klarifikasi tertulis pada 12 Juni 2025. Namun, menurutnya, surat sepanjang tiga halaman itu tidak menjawab pokok masalah dan lebih bersifat defensif administratif.
“Yang paling menyakitkan, dalam surat sepanjang itu tak satu pun kata maaf disampaikan. Tidak ada empati. Seolah kami tidak pantas mendapatkan jawaban manusiawi,” tambahnya.
Dikonfirmasi terpisah, Ferri Kristiawan, staf sekretariat RS Santa Clara, membenarkan bahwa pihaknya telah menerima dan menanggapi surat dari keluarga pasien. Menurutnya, surat dari Reno adalah permohonan klarifikasi, bukan surat komplain.
“Sudah ada pertemuan klarifikasi dan berita acara dengan pihak keluarga pada 10 Juni. Surat jawaban tertulis diberikan sesuai permintaan,” jelas Ferri. Namun ia menolak menjelaskan isi surat tersebut dengan alasan kewenangan ada di tangan direktur rumah sakit.
Meski demikian, isi surat klarifikasi tertanggal 12 Juni 2025 yang berhasil diperoleh menyatakan bahwa setelah menerima surat keluarga pasien pada 4 Juni, manajemen RS melakukan evaluasi internal terhadap tenaga medis terkait. Hasil evaluasi tersebut dibahas dalam forum direksi dan yayasan sebelum akhirnya dilakukan pertemuan dengan keluarga pasien dan diterbitkan klarifikasi tertulis.
Dalam surat klarifikasi itu, RS Santa Clara menyatakan bahwa saat bayi dipulangkan, kondisi umum dalam keadaan baik—menetek, menangis, akral hangat, sudah buang air kecil dan besar. Anjuran kontrol diberikan dua hari setelahnya.
Pada kontrol hari ketiga, pemeriksaan fisik oleh dokter spesialis anak disebutkan tidak menunjukkan gejala kuning atau faktor risiko lain. Golongan darah ibu bukan O, skrining hipotiroid normal, berat badan naik, dan gejala-gejala lain dinilai wajar. Karena itu, pemeriksaan bilirubin tidak dilakukan.
“Jika ditemukan gejala lain, pasien dapat kontrol kapan saja,” tulis pihak RS dalam suratnya. RS juga menekankan bahwa jeda waktu antara kontrol pertama dan kontrol lanjutan (6 Mei hingga 2 Juni) menjadi rentang waktu yang di luar pengawasan langsung dokter.
Kasus ini menyoroti pentingnya penanganan neonatal yang lebih akurat, tanggap, dan berempati. Minimnya pemeriksaan laboratorium terhadap bayi baru lahir dengan gejala potensial serius seperti hiperbilirubinemia, serta ketiadaan pemeriksaan fisik langsung oleh dokter sebelum pemulangan, dinilai bisa membahayakan keselamatan pasien.
Keluarga pasien berharap ada tindak lanjut dan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pelayanan medis di RS Santa Clara, khususnya dalam penanganan pasien neonatus, demi mencegah kejadian serupa terulang.
Related Articles


TOPIK TERPOPULER
BERITA POPULER
